Senin, 18 Juli 2011

PERUBAHAN MASA PUBERTAS DENGAN KECERDASAN EMOSIONAL






 

 Sebelum masa remaja, tidak terjadi pelepasan gonadotropin releasing hormone (GnRH) normal secara pulsatil, yang disebut juga luteinizing hormone – releasing hormone (LHRH). Dengan dimulainya akitivitas hipotalamus ini, hipofisis mengeluarkan FSH, dan proses stimulasi ovarium akan menghasilkan estrogen.

Respons organ target terhadap meningkatnya estrogen secara bertahap dan akhirnya progesteron, menentukan perubahan yang terjadi selama masa remaja, sehingga terjadi pubertas.
  Pematangan seksual dapat mengalami kemajuan melalui serangkaian kejadian khas selama 2 – 4 tahun atau dapat dipercepat atau terlambat secara abnormal. 
Pada awal proses menuju pubertas, sistem genital mengalami perubahan – perubahan yang terlihat jelas.
• Genitalia eksterna secara bertahap mendekati bentuk dewasa.
• Mukosa vagina berkembang pesat menjadi lebih tebal, menjadi lebih berbeda dari serviks dan mencapai ukuran panjang dewasa (10 – 12 cm).
• Vagina juga menjadi lebih dapat meregang dan lebih lembab dan asam disertai munculnya kembali lakrobasilus.
• Korpus uteri membesar dua kali panjang serviks, dan ovarium turun ke dalam pelvis minor.
• Premenarche lanjut ditandai dengan pertumbuhan somatik yang cepat dan seringkali ditandai pula dengan perubahan ciri seks sekunder yang cepat.
• Bentuk tubuh mulai menampakkan ciri yang lebih feminin, dengan munculnya tonjolan payudara dan ukurannya yang membesar secara berangsur – angsur.
• Telarche, perkembangan payudara, merupakan perubahan remaja menuju pubertal yang paling dini terjadi, mendahului terjadinya ovulasi teratur sekitar 2 tahun.
• Rambut pubis (pubarche) dan rambur aksila akan muncul kemudian.
Metode pengelompokan perkembangan seksual sekunder masa remaja pada masa puberras yang diusulkan oleh Marshall dan Tanner sudah direrima secara luas. Meskipun pubertas secara teknis didefinisikan sebagai pematangan fungsi endokrin dan gamerogenik dalam mencapai kemampuan reproduksi, tidak jarang istilah menarche (menstruasi pertama) digunakan untuk maksud yang sama.
Sayangnya, pada beberapa siklus pertama menstruasi (umumnya sampai satu tahun) biasanya anovulasi. Usia menarche rara – rata di Amerika Serikat adalah 12,8 tahun.
Menurut Cooper dan Sawaf (1999) kecerdasan emosi adalah kemampuan merasakan, memahami dan secara efektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi, informasi, koreksi dan pengaruh yang manusiawi. Kecerdasan emosi menuntut penilikan perasaan untuk belajar mengakui, menghargai perasaan pada diri dan orang lain serta menanggapinya dengan tepat, menerapkan secara efektif energi emosi dalam kehidupan sehari-hari. Dimana kecerdasan emosi juga merupakan kemampuan untuk menggunakan emosi secara efektif untuk mencapai tujuan untuk membangun produktif dan meraih keberhasilan. (Setiawan, 2001)
Ada lima wilayah utama dalam EI, yakni : mengenali emosi diri, mengendalikan emosi diri, memotivasi diri, mengenali emos orang lain dan membina hubungan dengan orang lain.
Aspek Apa Saja yang Terdapat dalam Kecerdasan Emosi?
Aspek – aspek kecerdasan emosi menurut Rakhmat, 1985 adalah sebagai berikut:
a. Pengelolaan diri
Mengandung arti bagaimana seseorang mengelola diri dan perasaan-perasaan yang dilaminya.
b. Kemampuan untuk memotivasi diri
Kemampuan ini berguna untuk mencapai tujuan jangka panjang, mengatasi setiap kesulitan yang dialami bahkan untuk melegakan kegagalan yang terjadi.
c. Empati
Empati ini dibangun dari kesadaran diri dan dengan memposisikan diri senada, serasa dengan emosi orang lain akan membantu anda membaca dan memahami perasaan orang lain tersebut.
d. Ketrampilan sosial
Merupakan ketrampilan yang dapat dipelajari seseorang semenjak kecil mengenai pola-pola berhubungan dengan orang lain.
Apa Saja Faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosi?
Walgito (1993) membagi faktor yang mempengaruhi pesepsi menjadi dua faktor yaitu:
a. Faktor Internal.
Faktor internal adalah apa yang ada dalam diri individu yang mempengaruhi kecerdasan emosinya. Faktor internal ini memiliki dua sumber yaitu segi jasmani dan segi psikologis. Segi jasmani adalah faktor fisik dan kesehatan individu, apabila fisik dan kesehatan seseorang dapat terganggu dapat dimungkinkan mempengaruhi proses kecerdasan emosinya. Segi psikologis mencakup didalamnya pengalaman, perasaan, kemampuan berfikir dan motivasi.
b. Faktor Eksternal.
Faktor ekstemal adalah stimulus dan lingkungan dimana kecerdasan emosi berlangsung. Faktor ekstemal meliputi: 1) Stimulus itu sendiri, kejenuhan stimulus merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan seseorang dalam memperlakukan kecerdasan emosi tanpa distorsi dan 2) Lingkungan atau situasi khususnya yang melatarbelakangi proses kecerdasan emosi. Objek lingkungan yang melatarbelakangi merupakan kebulatan yang sangat sulit dipisahkan.
Sementara Goleman (1997) menjelaskan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosional seseorang yaitu:
a) lingkungan keluarga. kehidupan keluarga merupakan sekolah pertama dalam mempelajari emosi; dan
b) lingkungan non keluarga, hal ini yang terkait adalah lingkungan masyarakat dan pendidikan. Kecerdasan emosi ini berkembang sejalan dengan perkembangan fisik dan mental anak. Anak berbakat perlu bantuan untuk mengatasi emosi mereka agar tidak mengganggu proses kreativitas. (Suharman, 2002)
Bagaimana Meningkatkan Kecerdasan Emosi?
1. Membaca situasi
Dengan memperhatikan situasi sekitar Anda, Anda akan mengetahui apa yang harus dilakukan.
2. Mendengarkan dan menyimak lawan bicara
Anda yang selalu merasa benar punya kecenderungan untuk tidak mendengarkan kata orang lain. Luangkan waktu untuk melakukannya, maka Anda akan tahu apa yang sebenarnya terjadi.
3. Siap berkomunikasi
Jurus ini memang paling ampuh. Lakukan selalu komunikasi biar pun pada situasi sulit.
4. Tak usah takut ditolak
Ada kalanya orang ragu-ragu bertindak karena takut ditolak orang lain. Sebelum berinisiatif, sebenarnya Anda cuma punya 2 pilihan: diterima atau ditolak. Jadi, siapkan saja diri Anda. Yang penting, usaha.
5. Mencoba berempati
EQ tinggi biasanya didapati pada orang-orang yang mampu berempati atau bisa mengerti situasi yang dihadapi orang lain. Caranya, apalagi kalau bukan mendengarkan dengan baik ?
6. Pandai memilih prioritas
Ini perlu supaya Anda bisa memilih pekerjaan apa yang mendesak, dan apa yang bisa ditunda.
7. Siap mental
Sikap mental tempe itu sudah ketinggalan zaman. Situasi apa pun yang akan dihadapi, Anda mesti menyiapkan mental sebelumnya. Ingat, tak ada kesukaran yang tak bisa ditangani. Paling tidak, Anda sudah berusaha.
8. Ungkapkan lewat kata-kata
Bagaimana orang bisa membaca pikiran Anda kalau Anda diam seribu bahasa? Ungkapkan pikiran Anda lewat kata-kata yang jelas.
9. Bersikap rasional
Betul, kecerdasan emosi berhubungan dengan perasaan. Tapi, tetap memerlukan pola pikir yang rasional, apa lagi dalam pekerjaan.
10. Fokus
Konsentrasikan diri Anda pada suatu masalah yang perlu mendapat perhatian. Jangan memaksa diri melakukannya dalam 4-5 masalah secara bersamaan. Dua atau 3 mungkin masih bisa ditangani, tapi lebih dari itu, Anda bisa kehabisan energi.









58 LANGKAH APN

Persalinan merupakan proses fisiologis yang tidak akan habis sejalan dengan kelangsungan hidup manusia di muka bumi ini. Asuhan Persalinan Normal (APN) disusun dengan tujuan terlaksananya persalinan dan pertolongan pada persalinan normal yang baik dan benar, target akhirnya adalah penurunan angka motalitas ibu dan bayi di Indonesia. Pada awalnya APN terdiri dari 60 Langkah, namun setelah direvisi menjadi 58 Langkah, sebagai berikut :
  1. Mendengar dan melihat adanya tanda persalinan kala dua.
  2. Memastikan kelengkapan alat pertolongan persalinan termasuk mematahkan ampul oksitosin dan memasukan alat suntik sekali pakai 2½ ml ke dalam wadah partus set.
  3. Memakai celemek plastik.
  4. Memastikan lengan tidak memakai perhiasan, mencuci tangan degan sabun dan air mengalir.
  5. Menggunakan sarung tangan DTT pada tangan kanan yang akan digunakan untuk pemeriksaan dalam.
  6. Mengambil alat suntik dengan tangan yang bersarung tangan, isi dengan oksitosin dan letakan kembali ke dalam wadah partus set.
  7. Membersihkan vulva dan perineum dengan kapas basah dengan gerakan vulva ke perineum.
  8. Melakukan pemeriksaan dalam (pastikan pembukaan sudah lengkap dan selaput ketuban sudah pecah).
  9. Mencelupkan tangan kanan yang bersarung tangan ke dalam larutan klorin 0,5%, membuka sarung tangan dalam keadaan terbalik dan merendamnya dalam larutan klorin 0,5%.
  10. Memeriksa denyut jantung janin setelah kontraksi uterus selesai (pastikan DJJ dalam batas normal (120 – 160 x/menit)).
  11. Memberi tahu ibu pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin baik, meminta ibu untuk meneran saat ada his apabila ibu sudah merasa ingin meneran.
  12. Meminta bantuan keluarga untuk menyiapkan posisi ibu untuk meneran (pada saat ada his, bantu ibu dalam posisi setengah duduk dan pastikan ia merasa nyaman.
  13. Melakukan pimpinan meneran saat ibu mempunyai dorongan yang kuat untuk meneran.
  14. Menganjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau mengambil posisi nyaman, jika ibu belum merasa ada dorongan untuk meneran dalam 60 menit.
  15. Meletakan handuk bersih (untuk mengeringkan bayi) di perut ibu, jika kepala bayi telah membuka vulva dengan diameter 5 – 6 cm.
  16. Meletakan kain bersih yang dilipat 1/3 bagian bawah bokong ibu
  17. Membuka tutup partus set dan memperhatikan kembali kelengkapan alat dan bahan,
  18. Memakai sarung tangan DTT pada kedua tangan.
  19. Saat kepala janin terlihat pada vulva dengan diameter 5 – 6 cm, memasang handuk bersih untuk mengeringkan janin pada perut ibu.
  20. Memeriksa adanya lilitan tali pusat pada leher janin
  21. Menunggu hingga kepala janin selesai melakukan putaran paksi luar secara spontan.
  22. Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, pegang secara biparental. Menganjurkan kepada ibu untuk meneran saat kontraksi. Dengan lembut gerakan kepala ke arah bawah dan distal hingga bahu depan muncul di bawah arkus pubis dan kemudian gerakan arah atas dan distal untuk melahirkan bahu belakang.
  23. Setelah bahu lahir, geser tangan bawah ke arah perineum ibu untuk menyanggah kepala, lengan dan siku sebelah bawah. Gunakan tangan atas untuk menelusuri dan memegang tangan dan siku sebelah atas.
  24. Setelah badan dan lengan lahir, tangan kiri menyusuri punggung ke arah bokong dan tungkai bawah janin untuk memegang tungkai bawah (selipkan jari telunjuk tangan kiri di antara kedua lutut janin)
  25. Melakukan penilaian selintas : (a) Apakah bayi menangis kuat dan atau bernafas tanpa kesulitan? (b) Apakah bayi bergerak aktif ?
  26. Mengeringkan tubuh bayi mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh lainnya kecuali bagian tangan tanpa membersihkan verniks. Ganti handuk basah dengan handuk/kain yang kering. Membiarkan bayi di atas perut ibu.
  27. Memeriksa kembali uterus untuk memastikan tidak ada lagi bayi dalam uterus.
  28. Memberitahu ibu bahwa ia akan disuntik oksitosin agar uterus berkontraksi baik.
  29. Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir, suntikan oksitosin 10 unit IM (intramaskuler) di 1/3 paha atas bagian distal lateral (lakukan aspirasi sebelum menyuntikan oksitosin).
  30. Setelah 2 menit pasca persalinan, jepit tali pusat dengan klem kira-kira 3 cm dari pusat bayi. Mendorong isi tali pusat ke arah distal (ibu) dan jepit kembali tali pusat pada 2 cm distal dari klem pertama.
  31. Dengan satu tangan, pegang tali pusat yang telah dijepit (lindungi perut bayi), dan lakukan pengguntingan tali pusat di antara 2 klem tersebut.
  32. Mengikat tali pusat dengan benang DTT atau steril pada satu sisi kemudian melingkarkan kembali benang tersebut dan mengikatnya dengan simpul kunci pada sisi lainnya.
  33. Menyelimuti ibu dan bayi dengan kain hangat dan memasang topi di kepala bayi.
  34. Memindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5 -10 cm dari vulva
  35. Meletakan satu tangan di atas kain pada perut ibu, di tepi atas simfisis, untuk mendeteksi. Tangan lain menegangkan tali pusat.
  36. Setelah uterus berkontraksi, menegangkan tali pusat dengan tangan kanan, sementara tangan kiri menekan uterus dengan hati-hati ke arah dorsokrainal. Jika plasenta tidak lahir setelah 30 – 40 detik, hentikan penegangan tali pusat dan menunggu hingga timbul kontraksi berikutnya dan mengulangi prosedur.
  37. Melakukan penegangan dan dorongan dorsokranial hingga plasenta terlepas, minta ibu meneran sambil penolong menarik tali pusat dengan arah sejajar lantai dan kemudian ke arah atas, mengikuti poros jalan lahir (tetap lakukan tekanan dorsokranial).
  38. Setelah plasenta tampak pada vulva, teruskan melahirkan plasenta dengan hati-hati. Bila perlu (terasa ada tahanan), pegang plasenta dengan kedua tangan dan lakukan putaran searah untuk membantu pengeluaran plasenta dan mencegah robeknya selaput ketuban.
  39. Segera setelah plasenta lahir, melakukan masase (pemijatan) pada fundus uteri dengan menggosok fundus uteri secara sirkuler menggunakan bagian palmar 4 jari tangan kiri hingga kontraksi uterus baik (fundus teraba keras)
  40. Periksa bagian maternal dan bagian fetal plasenta dengan tangan kanan untuk memastikan bahwa seluruh kotiledon dan selaput ketuban sudah lahir lengkap, dan masukan ke dalam kantong plastik yang tersedia.
  41. Evaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum. Melakukan penjahitan bila laserasi menyebabkan perdarahan.
  42. Memastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi perdarahan pervaginam.
  43. Membiarkan bayi tetap melakukan kontak kulit ke kulit di dada ibu paling sedikit 1 jam.
  44. Setelah satu jam, lakukan penimbangan/pengukuran bayi, beri tetes mata antibiotik profilaksis, dan vitamin K1 1 mg intramaskuler di paha kiri anterolateral.
  45. Setelah satu jam pemberian vitamin K1 berikan suntikan imunisasi Hepatitis B di paha kanan anterolateral.
  46. Melanjutkan pemantauan kontraksi dan mencegah perdarahan pervaginam.
  47. Mengajarkan ibu/keluarga cara melakukan masase uterus dan menilai kontraksi.
  48. Evaluasi dan estimasi jumlah kehilangan darah.
  49. Memeriksakan nadi ibu dan keadaan kandung kemih setiap 15 menit selama 1 jam pertama pasca persalinan dan setiap 30 menit selama jam kedua pasca persalinan.
  50. Memeriksa kembali bayi untuk memastikan bahwa bayi bernafas dengan baik.
  51. Menempatkan semua peralatan bekas pakai dalam larutan klorin 0,5% untuk dekontaminasi (10 menit). Cuci dan bilas peralatan setelah di dekontaminasi.
  52. Buang bahan-bahan yang terkontaminasi ke tempat sampah yang sesuai.
  53. Membersihkan ibu dengan menggunakan air DDT. Membersihkan sisa cairan ketuban, lendir dan darah. Bantu ibu memakai memakai pakaian bersih dan kering.
  54. Memastikan ibu merasa nyaman dan beritahu keluarga untuk membantu apabila ibu ingin minum.
  55. Dekontaminasi tempat persalinan dengan larutan klorin 0,5%.
  56. Membersihkan sarung tangan di dalam larutan klorin 0,5% melepaskan sarung tangan dalam keadaan terbalik dan merendamnya dalam larutan klorin 0,5%
  57. Mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir.
  58. Melengkapi partograf.

"MEKANISME PERSALINAN NORMAL"

Selama proses persalinan, janin melakukan serangkaian gerakan untuk melewati panggul – “seven cardinal movements of labor” yang terdiri dari :
1.       Engagemen
2.       Fleksi
3.       Desensus
4.       Putar paksi dalam
5.       Ekstensi
6.       Putar paksi luar
7.       Ekspulsi
Gerakan-gerakan tersebut terjadi pada presentasi kepala dan presentasi bokong.
Gerakan-gerakan tersebut menyebabkan janin dapat mengatasi rintangan jalan lahir dengan baik sehingga dap[at terjadi persalinan per vaginam secara spontan.
Engagemen
•        Suatu keadaan dimana diameter biparietal sudah melewati pintu atas panggul.
•        Pada 70% kasus, kepala masuk pintu atas panggul ibu pada panggul jenis ginekoid dengan oksiput melintang (tranversal)
•        Proses engagemen kedalam pintu atas panggul dapat melalui proses normal sinklitismus , asinklitismus anterior dan asinklitismus posterior :
o        Normal sinklitismus : Sutura sagitalis tepat diantara simfisis pubis dan sacrum.
o        Asinklitismus anterior : Sutura sagitalis lebih dekat kearah sacrum.
o        Asinklitismus posterior: Sutura sagitalis lebih dekat kearah simfisis pubis (parietal bone presentasion
Fleksi
Gerakan fleksi terjadi akibat adanya tahanan servik, dinding panggul dan otot dasar panggul.
Fleksi kepala diperlukan agar dapat terjadi engagemen dan desensus.
Bila terdapat kesempitan panggul, dapat terjadi ekstensi kepala sehingga terjadi letak defleksi (presentasi dahi, presentasi muka).
Desensus
Pada nulipara, engagemen terjadi sebelum inpartu dan tidak berlanjut sampai awal kala II; pada multipara desensus berlangsung bersamaan dengan dilatasi servik.
Penyebab terjadinya desensus :
1.       Tekanan cairan amnion
2.       Tekanan langsung oleh fundus uteri pada bokong
3.       Usaha meneran ibu
4.       Gerakan ekstensi tubuh janin (tubuh janin menjadi lurus)
Faktor lain yang menentukan terjadinya desensus adalah :
•        Ukuran dan bentuk panggul
•        Posisi bagian terendah janin
Semakin besar tahanan tulang panggul atau adanya kesempitan panggul akan menyebabkan desensus berlangsung lambat.
Desensus berlangsung terus sampai janin lahir.
Putar paksi dalam- internal rotation
•        Bersama dengan gerakan desensus, bagian terendah janin mengalami putar paksi dalam pada level setinggi spina ischiadica (bidang tengah panggul).
•        Kepala berputar dari posisi tranversal menjadi posisi anterior (kadang-kadang kearah posterior).
•        Putar paksi dalam berakhir setelah kepala mencapai dasar panggul.
Ekstensi
Aksis jalan lahir mengarah kedepan atas, maka gerakan ekstensi kepala harus terjadi sebelum dapat melewati pintu bawah panggul.
Akibat proses desensus lebih lanjut, perineum menjadi teregang dan diikuti dengan “crowning”
Pada saat itu persalinan spontan akan segera terjadi dan penolong persalinan melakukan tindakan dengan perasat Ritgen untuk mencegah kerusakan perineum yang luas dengan jalan mengendalikan persalinan kepala janin.
Episiotomi tidak dikerjakan secara rutin akan tetapi hanya pada keadaan tertentu.
Proses ekstensi berlanjut dan seluruh bagian kepala janin lahir.
Setelah kepala lahir, muka janin dibersihkan dan jalan nafas dibebaskan dari darah dan cairan amnion. Mulut dibersihkan terlebih dahulu sebelum melakukan pembersihan hidung.
Setelah jalan nafas bersih, dilakukan pemeriksaan adanya lilitan talipusat sekitar leher dengan jari telunjuk. Lilitan talipusat yang terjadi harus dibebaskan terlebih dahulu. Bila lilitan talipusat terlalu erat dapat dilakukan pemotongan diantara 2 buah klem.
Putar paksi luar- external rotation
Setelah kepala lahir, terjadi putar paksi luar (restitusi) yang menyebabkan posisi kepala kembali pada posisi saat engagemen terjadi dalam jalan lahir.
Setelah putar paksi luar kepala, bahu mengalami desensus kedalam panggul dengan cara seperti yang terjadi pada desensus kepala.
Bahu anterior akan mengalami putar paksi dalam sejauh 450 menuju arcus pubis sebelum dapat lahir dibawah simfisis.
Persalinan bahu depan dibantu dengan tarikan curam bawah pada samping kepala janin .
Setelah bahu depan lahir, dilakukan traksi curam atas untuk melahirkan bahu posterior.
Traksi untuk melahirkan bahu harus dilakukan secara hati-hati untuk menghindari cedera pada pleksus brachialis.
Setelah persalinan kepala dan bahu, persalinan selanjutnya berlangsung pada sisa bagian tubuh janin dengan melakukan traksi pada bahu janin.
Setelah kelahiran janin, terjadi pengaliran darah plasenta pada neonatus bila tubuh anak diletakkan dibawah introitus vagina.
Penundaan yang terlampau lama pemasangan klem pada talipusat dapat mengakibatkan terjadinya hiperbilirubinemia neonatal akibat aliran darah plasenta tersebut.
Sebaiknya neonatus diletakkan diatas perut ibu dan pemasangan dua buah klem talipusat dilakukan dalam waktu sekitar 15 – 20 detik setelah bayi lahir dan kemudian baru dilakukan pemotongan talipusat diantara kedua klem.

=========================================================================

 Gambar-gambar "MEKANISME PERSASLINAN NORMAL"